Selasa, 07 Juni 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP KLIEN DENGAN AMI ( INFARK MIOKARD AKUT)







LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
AMI ( INFARK MIOKARD AKUT)


A.    PENGERTIAN
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah (Carpenito, 2008). Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price &Wilson, 2006).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard (Morton, 2012).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B.     ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a.       Faktor Penyebab:
1.      Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a.       Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b.      Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c.       Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2.      Curah jantung yang meningkat :
a.       Aktifitas yang berlebihan.
b.      Emosi.
c.       Makan terlalu banyak.
d.      Hypertiroidisme.

3.      Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a.       Kerusakan miocard.
b.      Hypertropimiocard.
c.       Hypertensi diastolic.
b.      Faktor predisposisi :
a.       Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1.      Usia lebih dari 40 tahun.
2.      Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause.
3.      Hereditas.
4.      Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b.      Faktor resiko yang dapat diubah :
1.      Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
2.      Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

C.    PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal  jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasimitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik  jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark (Price & Wilson, 2006).

D.    MANIFESTASI KLINIK
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :
a.       Nyeri :
1.      Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2.      Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
3.      Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30 menit).
4.      Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
5.      Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6.      Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7.      Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8.      Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST meliputi :
1.      P : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2.      Q : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3.      R : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4.      S : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).
5.      T : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul padawaktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan berlangsung lama.

b.      Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1.      CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot
2.      SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjalDilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
3.      LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik. Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T, suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.

c.       EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding inferior.

E.     PENATALAKSANAAN
a.       Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan  jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2 digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai keseimbangan. Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.
b.      Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG (nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan integritas jantung) Trombolitik Streptokinase (mekanisme pembekuan dalam tubuh) (Smeltzer & Bare,2006).

F.     KONSEP ASKEP INFARK MIOKARD AKUT
1.      PENGKAJIAN FOKUS
a.       Airways
1.      Sumbatan atau penumpukan secret.
2.      Wheezing atau krekles.
3.      Kepatenan jalan nafas.
b.      Breathing
1.      Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2.      RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3.      Ronchi, krekles.
4.      Ekspansi dada tidak penuh.
5.      Penggunaan otot bantu nafas.
c.       Circulation
1.      Nadi lemah, tidak teratur.
2.      Capillary refill.
3.      Takikardi
4.      TD meningkat / menurun.
d.      Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e.       Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

2.      PATHWAYS KEPERAWATAN
Terlampir

3.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri).
2.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
3.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot  jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
4.      Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
5.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
6.      Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.

4.      FOKUS INTERVENSI
1.      Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri).
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Intervensi
1.      Beri O2 sesuai terapi
R / Pemberian O2 dapat menambah supplay O2 miokard dengan tujuan mengurangi nyeri karena hipoksia yang disebabkan oleh kuranngnya O2.
2.      Beri posisi semifowler
R/ Posisi semifowler dapat meningkatkan ekspansi dada sehingga mengirangi sesak napas dan sirkulasi darah meningkat. dengan lancarnya sirkulasi akan membantu pengantaran oksigen ke seluruh tubuh serta mengurangi kerja jantung dan paru.
3.      Berikan terapi tirah baring (bedrest) selama 24 jam pertama post serangan.
R/ Tirah baring dapat mengurangi konsumsi O2 miokard sehingga membantu jantung tidak bekerja lebih keras.
4.      Berikan obat sesuai indikasi
R/ Mengurangi rasa nyeri.
5.      Anjurkan dan bimbing pasien untuk tarik nafas dalam (teknik relaksasi), telnik distraksi, dan bimbingan imajinasi.
R/ Teknik relaksasi dibutuhkan untuk meminimalkan konsumsi O2 miokard dan meningkatkan supply O2 jaringan , teknik distribusi dan imajinasi membantu mengalihkan fokus perhatian dari rasa nyeri.




2.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intervensi
1.      Kaji adanya bunyi tambahan pada Auskultasi.
R/ Bunyi S3 biasanya dihubungkan dengan kelebihan kerja ventrikel kiri dan S4 berhubungan dengan ischemik miokard. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal pada  jantung.
2.      Auskultasi bunyi nafas
R/ Krekles menunjukkan kongesti paru akibat penurunan fungsi miokard.
3.      Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
R/ Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut.
4.      Pertahankan cara masuk IV /heparin-lok sesuai indikasi
R/ Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya disritmia atau nyeri dada.
5.      Pantau frekuensi dan irama jantung dan catat adanya irama disritmia melalui monitor (bedside monitor ECG).
R/ Adanya nekrose/ kematian otot jantung dapat menyebabkan gangguan sistim konduksi dan penurunan curah jantung.
3.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot  jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawataN
Inrevensi
1.      Pantau perubahan tiba-tiba tau gangguan mental kontinu contoh cemas, bingung, letargi, pingsan.
R/ Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
2.      Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan
R/ Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan.

3.      Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
4.      Pantau data laboratorium
R/ Indikator perfusi/fungsi organ.
4.      Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan di RS
Intervensi
1.      Auskultasi bunyi napas untuk adanya krekels
R/ Dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2.      Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
R/ Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
3.      Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.
R/ Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
4.      Ukur masukan / haluaran, catat penurunan ,  pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
R/ Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan haluaran urine.









DAFTAR PUSTAKA
Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. (2005). Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda juall. (2006). Buku Saku Diagosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Nanda. (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Sudoyo A, et al.(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Sjamsuhidajat, R. Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.

Puts P & R Pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta : Batang Badan, Panggul, Ekstremitas Bawah. Alih Bahasa : Y Joko Suyono Edisi 22. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar