Selasa, 07 Juni 2016

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN STRIKTURA URETRA




TUGAS PORTOFOLIO
ASUHAN KEPERAWATAN  GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
STRIKTURA URETRA


KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmannirahiim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayahnya kepada kita semua sehingga saya dapat menyelesaikan seminar ini dengan lancar. Sholawat serta salam marilah kita haturkan kepada beliau  Nabi Agung Muhammad SAW yang akan kita nanti-nantikan syafa'atnya kelak di yaumul qiyamah amin.portofolio ini berisi tentang “(penyakit STRIKTURA URETRA )”. mata kuliah PERKEMIHAN. saya menyadari bahwa portofolio ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kritik, saran dan tegur sapa dari pembaca budiman sangat kami harapkan demi perbaikan selanjutnya.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua amin.




Semarang,   Maret 2015


                                                                                                                        Penulis


A.   PENGERTIAN

Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnnya mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum. (Purnomo P Basuki, 2011)
striktura adalh suatu kondisi penyempitan uretra. sriktura uretra menyebab gangguan dalam berkemihyang mengecil sampai sama sekali tidak dapatmengalirkan urine keluar dari tubuh. Urine yang tidak dapat keluar sampaidari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi. Komplikasi terberat yaitu gagal ginjal. Striktura uretra masaih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu. Striktura uretra lebih sering trjadi pada pria dari pada wanita karena uretra pada wnita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktura. Seseorang dapat terlahir dengan striktura uretra, meskipun hal terasebut jarang terjadi  (muttaqin arif & sari kumala , 2011).
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan kontraksi  (Susanne, C Smelzer, 2002).

B.   ETIOLOGI

Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas urethritis.
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelfis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati. Tindakan yang kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan striktura dikemudian hari; demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakaian kateter menetap menyebabkan penekanan kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendulare yang mengakibatkan penekanan uretra terus menerus, menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula atau striktura uretra. (Purnomo P Basuki, 2011)
Penyebab umum suatu penyempitan uretra adalah akibat traumatik atau iatrogeni, penyebab lainnya adalah inflamasi, proses keganasan, dan kelainan bawaan uretra. (muttaqin arif & sari kumala , 2011)
Description: https://tentangkedokteran.files.wordpress.com/2009/03/clip-image0041.gif

C.   MANIFESTASI

1.      Kekuatan pancaran dan jumlah urin  berkurang
2.      Gejala infeksi
3.      Retensi urinarius
4.      Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
 (Susanne, C Smelzer, 2002)
Keluhan: kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah / nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh  (Nursalam , 2008).

D.   PATOFISIOLOGI

proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknnya jaringan sikatrik pada uretra. jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urin hingga retensi urin. Aliran urin yang terhambat mencari jalan keluar ditempat lain (disebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul dirongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling. (Purnomo P Basuki, 2011).
Struktur uretra Terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosannya terdiri atas lapisan erektil vaskuler.
Striktura uretra dapat diakibatkan dari proses peradangan, iskemik, atau traumatic apabila terjadi iritasi uretra, maka akan terjadi proses penyembuhan cara epimorfosis, artinnya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan terbentuknnya jaringan perut yang memberikan manifestasi hilangnnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra (muttaqin arif & sari kumala , 2011).

E.   DERAJAT PENYEMPITAN URETRA

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1.      Ringan : jika okulasi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2.      Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3.      Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras dikorpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif, dapat diukur dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat miksi, kecepatan pancaran pria normalnnya adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan ada obstruksi.
Untuk melihat letak penyempitan dan besarnnya penyempitan uretra dibuat foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang srtiktura adalah dengan membuat foto bipolar sisto-uretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli buli dan secara retrograde dari uretra.
Melihat penyumbatan uretra secara langsung dilakukan melalui uretroskopi, yaitu melihat striktura transutra. Jika diketemukan striktura langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotic dengan memakai pisau sachse.

G.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Jika pasien dating karena retensi urine, secepatnnya diakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah :
Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati- hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka  baru yang pada akhirnya menimpulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route)
Uretrotomi interna yaitu : memotong jaringan striktura uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total. Sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.
Uretrotomi eksterna yaitu tindakan oprasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih sehat.
Pada striktura yang panjang dan buntu total, seringkali diperlukan beberapa tahapan operasi yakni tahap pertama dengan membelah uretra dan membiarkan untuk epitalisasi (johanson I) dan dilanjutkan pada tahap dengan membuat neuretra (johanson II) (Purnomo P Basuki, 2011).
Laboratorium untuk pemeriksaan pelengkap pembedahan. Selain itu beberapa dilakukan untuk mengetahui adannya tanda tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urine dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamannya proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan adannya obstruksi.
Radiologi adalah diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak penyempitan dan besarnnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang sriktura adalah dengan sistouretrografi yaitu memasukan bahan kontras secara antegrad dari buli buli dan secara retrograde dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktura dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi (muttaqin arif & sari kumala , 2011).

H.  PENATALAKSANAAN MEDIS

Tidak ada terapi medis untuk mengobati penyakit striktura uretra. Intervensi utama untuk mengatasi masalah striktura uretra adalah dengan pembedahan. Beberapa jenis pembedahan yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1.      Pelebaran uretra, baik secara uretotomi internal atau pemasangan stant uretra
2.      Bedah rekonstruksi (muttaqin arif & sari kumala , 2011).

I.      PENYULIT/ KOMLIKASI

Obstruksi uretra yang lama menimbulkan stasis urine dan menimbulkan berbagai penyulit, diantarannya adalah : infeksi saluran kemih, terbentuknnya divertikel uretra/buli buli, abses periuretra, batu uretra, fistel uretro-kutan, dan karsinoma uretra. (Purnomo P Basuki, 2011)
Komplikasi terberat yaitu gagal ginjal. (muttaqin arif & sari kumala , 2011)

J.     PATHWAYS

K.  PENGKAJIAN

Keluhan utama pada striktura uretra bervariasi sesuai dengan derajat penyempitan lumen pada uretra. Keluhan utama yang lazim adalah pancaran urin kecil dan berkembang. Keluhan lain biasannya adalah berhubungan dengan gejala iritasi dan infeksi seperti: frekuensi, urgensi, dysuria, inkontinensia, urine yang menetes, kadang kadang dengan penis yang membengkak, infiltrate, abses dan fistel. Keluhan yang lebih berat adalah tidak bisa mengeluarkan urine/tidak bisa miksi(retensi urin)
Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi pada penis didapatkan adannya suatu kelainan akibat fibrosis diuretra, infiltrate,abses atau terbentuknnya suatu fistula. (muttaqin arif & sari kumala , 2011)

L.   DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan pemenuhan eliminasi urine b/d retensi urine, obstruksi uretra sekunder dari penyempitan lumen uretra.
2.      Resiko tinggi trauma b/d kerusakan jaringan pascaprosedur pembedahan
3.      Nyeri b/d peradangan dari terminal saraf, dysuria, resistensi otot prostat, efek mengejan saat miksi sekunder dari obstruksi uretra, nyeri paskabedah.
4.      Resiko tinggi infeksi b/d port de entrée luka pascabedah.
5.      Kecemasan b/d  prognosis pembedahan, tindakan diagnosis invasif
6.      Pemenuhan informasi b/d rencana pembedahan, prognosis penyakit
7.      Gangguan konsep diri (gambaran diri) b/d resiko lerusakan organ seksual (muttaqin arif & sari kumala , 2011).

M. INTERVENSI DAN RASIONAL

1.      Gangguan pemenuhan eliminasi urine b/d retrnsi urine,
Tujuan : dalam waktu 5 kali 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien.
Kriteria evaluasi    :
-          Eliminasi urin tanpa ada keluhan subjektif, seperti nyeri dan urgensi
-          Eliminasi urin tanpa menggunakan kateter
-          Pasca bedah tanpa ada komplikasi
-          Frekuensi miksi dalam batas 5 sampe 8 kali/24 jam
Interfensi
a.       Kaji pola berkemih dan jatat produksi urin tiap 6 jam
R/ mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi miksi
b.      Monitor adannya keluhan subjektif pada saat melakukan eliminasi urin
R/ parameter penting dalam mengevaluasi intervensi yang telah dilaksanakan
c.       Kolaborasi :
§  Peleburan uretra, baik secara uretrotomi internal atau pemasangan stain uretra
§  Bedah rekonstruksi
R/ intervensi bedah dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan eliminasi urin, pemilihan jenis pembedahan dilakukan sesuai derajat penyempitan dan tingkat toleransi individu.
d.      Evaluasi paska intervensi pasca pelebaran uretra
R/kekambuhan striktur uretra dari intervensi pelebaran uretra adalah komplikasi yang paling umum. Meskipun jarang, intervensi untuk melebarkan uretra dapat menyebabkan trauma uretra, kondisi ini termasuk instrument yang dimasukan melalui urothelium kedalam korpus spongeosum. Resiko ini dapat diminimalisasi dengan tehnik hati” dan pemilihan pelebaran yang tepat untuk pasien.
2.      Resiko tinggi trauma b/d kerusakan jaringan pascaprosedur pembedahan
Tujuan : dalam waktu 5 kali 24 jam tidak mengalami trauma pasca bedah.
Kriteria evaluasi :
-          Tidak ada keluhan subjektif, seperti dysuria dan urgensi
-          Eliminasi urin tanpa menggunakan kateter
-          Pasca bedah tanpa adannya komplikasi
Intervensi
a.       Monitor adannya keluahan subjektif pada saat melakukan eliminasi urin
R/ parameter penting dalam mengevaluasi intervensi yang telah dilaksanakan.
b.      Istirahatkan pasien setelah pembedahan
R/ pasien dianjurkan tirah baring selama 48 jam, tergantung pada sejauh mana prosedur yang telah dilakukan.
c.       Lepas kateter pada hari 1-3 pasca oprasi
R/ menurunkan resiko cidera pada uretra.
d.      Evaluasi pasca – intervensi pelebaran uretra
R/ kekambuhan striktur uretra dari intervensi pelebaran uretra adalah komplikasi yang paling umum. Meskipun jarang intervensi untuk melebarkan uretra dapat menyebabkan trauma uretra, kondisi ini termasuk instrument yang dimasukan melalui urothelium kedalam korpus spongeosum. Resiko ini dapat diminimalisasi dengan tehnik hati” dan pemilihan pelebaran yang tepat untuk pasien.
e.       Kolaborasi
1.      Antibiotic intervena pasca oprasi
R/ menurunkan resiko infeksi yang akan meningkatkan respon trauma jaringan pasca bedah.
2.      Agen anti muskarinik
Sering digunakan untuk mencegah kejang kansung kemih

Bibliography

muttaqin arif & sari kumala . (2011). asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. jakarta: salemba medika.
Purnomo P Basuki. (2011). dasar dasar urologi edisi 3. malang: sagung seto.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar