Selasa, 07 Juni 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP KLIEN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA



LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP KLIEN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

A.    PENGERTIAN
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Dafid Arifiyanto, 2008).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).

B.     ETIOLOGI
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5α-reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hiperplasia. (Hardjowidjoto,2000).
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
1.   Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
2.  Peranan dari growth factor  (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3.   Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori yaitu :
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengancepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
Teori kedua adalah teori Reawekering menyebutkan bahwa jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi estrogen. (Sjamsuhidayat, 2005).

C.     PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Basuki, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Basuki (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubahmenjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secaralangsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnyadisebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatankontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadiresistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter danginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk  batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinariamenjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluksmenyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

D.    MANIFESTASI KLINIK
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawahKeluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiriatas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif
meliputi:(frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari(Nocturia) dan pada siang hari.(nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari(urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan(disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif
meliputi:rasa tidak lampias sehabis miksi,(hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yangdisebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lamameningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.(straining) harus mengejan.
(intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuanotot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karenaoverflow.Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahliurology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejalaobstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda darihidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatantekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.

3. Gejala di luar saluran kemihPasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid.Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).

E.     PENATALAKSANAAN
1.    Watchfull Waiting
Tatalaksana pada penderita BPH saat ini tergantung pada LUTS yang diukur dengan sistem skor IPSS. Pada pasien dengan skor ringan (IPSS ≤ 7 atau Madsen Iversen ≤ 9), dilakukan watchful waiting atau observasi  yang mencakup edukasi, reasuransi, kontrol periodik, dan pengaturan gaya hidup. Bahkan bagi pasien dengan LUTS sedang yang tidak terlalu terganggu dengan gejala LUTS yang dirasakan juga dapat memulai terapi dengan malakukan watchful waiting. Saran yang diberikan antara lain :
a.    Mengurangi minum setelah makan malam (mengurangi nokturia).
b.    Menghindari obat dekongestan (parasimpatolitik).
c.    Mengurangi minum kopi dan larang minum alkohol (mengurangi frekuensi miksi).
d.    Setiap 3 bulan mengontrol keluhan.
2.    Tatalaksana Invasif
Tatalaksana invasif pada BPH bertujuan untuk mengurangi jaringan adenoma. Indikasi absolut untuk melakukan tatalaksana invasif :
a.    Sisa kencing yang banyak
b.    Infeksi saluran kemih berulang
c.    Batu vesika
d.    Hematuria makroskopil
e.    Retensi urin berulang
f.     Penurunan fungsi ginjal
Standar emas untuk tatalaksana invasif BPH adalah Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP) yang dilakukan untuk gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram, dan kondisi pasien memenuhi toleransi operasi. Komplikasi jangka pendek pada TURP antara lain perdarahan, infeksi, hiponatremi, retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang TURP adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd, dan impotensi.
Trans Urethral Incision of the Prostate (TUIP) dapat dilakukan apabila volume prostat tidak begitu besar/ada kontraktur leher vesik / prostat fibrotik. Indikasi TUIP yaitu keluhan sedang atau berat dan volume prostat tidak begitu besar.
Bila alat yang tersedia tidak memadai, maka dapat dilakukan operasi terbuka dengan teknik transvesikal atau retropubik. Karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang ditimbulkannya, operasi sejenis ini hanya dilakukan apabila ditemukan pula batu vesika yang tidak bisa dipecah dengan litotriptor / divertikel yang besar (sekaligus diverkulektomi) / volume prostat lebih dari 100cc.(Sjamsuhidajat, 2004)

F.      KONSEP KEBUTUHAN DASAR RASA NYAMAN
1. KONSEP DASAR KEBUTUHAN NUTRISI
A. Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Definisi Nyeri
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia  seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan wang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif karena perasaan nt-eri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1.   Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
2.    Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3.    Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4.    Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.
B. SIFAT NYERI
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal

Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri bersifat individu
2. Nyeri tidak menyenangkan
3. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi
4. Bersifat tidak berkesudahan
Karakteristik Nyeri (PQRST)
P (pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
C. KLASIFIKASI NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (ex: terkena ujung pisau atau gunting)
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous. (ex: sprain sendi)
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan penyebab:
a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
3. Berdasarkan lama/durasinya
a. Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
4. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
b. Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari  jaringan penyebab
c. Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d. Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi)  atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease).






2. PENGKAJIAN FOKUS
No
Tgl
Data (DS dan DO)
Etiologi
Problem
TTd
1.

DSDDS:   Klien mengatakan nyeri pada asat batuk pada daerah jahitan skala nyeri 3.
DO         DO:          Klien terlihat menahan sakit / meringis. 
Spasme otot sehubungan dengan luka post operasi.
Gangguan rasa nyaman nyeri


3. PATHWAYS KEPERAWATAN
Usia Lanjut

Hormon Esterogen dan Testosteron tidak seimbang

















 
Tetosterone                                                      Esterogen






 
       Proliferasi sel prostat                                  Hyperplasia sel stoma pada jaringan

BPH

Penyempitan lumen
Prostat

Obstruksi

Nyeri akut


4.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d obstruksi uretra





5.      FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Tujun: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam nyeri diharapkan berkurang / hilang dengan kriteria hasil :
1.    Skala nyeri 0
2.    Pasien tenang
Intervensi Dan Rasional
1.      Hitung tanda-tanda vital
R: Mengkaji keadaan diluar batas normal
2.      Pantau intake dan output.
R: Memantau keseimbangan cairan tubuh
3.      Latih bladder training
R: Melatih kemampuan berkemih mandiri saat pelepasan selang kateter
4.      Berikan posisi semifowler
R: Memberikan rasa aman dan nyaman
5.      Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R: Membantu mengurangi / menghilangkan rasa nyeri


















G.    DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.

Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press: Surabaya

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar