Selasa, 07 Juni 2016

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID






LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
HEMOROID


A.    PENGERTIAN
Menurut beberapa ahli, pengertian hemoroid adalah :
1.      Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006).
2.      Hemoroid  adalah  pelebaran  vena  di  dalam  plexus  hemoroidalis  yang tidak merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
3.      Hemoroid  adalah  bagian  vena  yang  berdilatasi  dalam  kanal  anal. Hemoroid   sangat   umum   terjadi.   Pada   usia   50-an,   50%   individu mengalami  berbagai  tipe  hemoroid  berdasarkan  luasnya  vena  yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
4.      Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales  (Bacon).  Patologi  keadaan  ini  dapat  bermacam-macam, yaitu  thrombosis,  ruptur,  radang,  ulserasi,  dan  nekrosis  (Mansjoer, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus hemoroidalis.

B.     ETIOLOGI
Menurut  Smeltzer  dan  Bare  (2002)  dan  Mansjoer  (2008),  etiologi  dari
hemoroid adalah :
1.      Faktor predisposisi :
a.       Herediter atau keturunan
Dalam  hal  ini  yang  menurun  dalah  kelemahan  dinding  pembuluh
darah, dan bukan hemoroidnya.
b.      Anatomi
Vena  di  daerah  masentrorium  tidak  mempunyai  katup.  Sehingga darah   mudah   kembali   menyebabkan   bertambahnya   tekanan   di
pleksus hemoroidalis.
c.       Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat.
d.      Pekerjaan seperti mengangkat beban terlalu berat.
e.       Psikis.

2.      Faktor presipitasi :
a.       Faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal) misalnya, mengedan pada waktu defekasi.
b.      Fisiologis
c.       Radang
d.      Konstipasi menahun
e.       Kehamilan
f.       Usia tua
g.      Diare kronik
h.      Pembesaran prostat
i.        Fibroid uteri
j.        Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal

C.    PATOFISIOLOGI
Menurut Price dan Wilson (2006), serta Sudoyo (2006) patofisiologi hemoroid adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan  venous rektum dan vena hemoroidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus dan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Faktor risiko hemoroid antara lain factor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih  banyak  memakai  jamban  duduk, terlalu  lama duduk di  jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi  kronik,diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan  seks peranal,  kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
Telah  diajukan  beberapa  faktor  etiologi  yaitu  konstipasi,  diare, sering mengejan,  kongesti  pelvis  pada  kehamilan,  pembesaran  prostat, fibroid   uteri,   dan   tumor   rectum.   Penyakit   hati   kronis   yang   disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak memiliki katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.
Aliran balik vena dari kolon  dan rektum superior adalah melalui vena mesenteric superior, vena mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis superior  (bagian dari sistem portal  yang mengalirkan  darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal  yang  meningkat  dapat  menyebabkan  terjadinya  aliran  balik  ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006).

D.    MANIFESTASI KLINIK
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan  perdarahan berwarna merah  terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema  yang  disebabkan  oleh trombosis.  Trombosis  adalah  pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan  nekrosis.  Hemoroid  internal  tidak  selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan   menimbulkan perdarahan  atau   prolapse (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien  sering  mengeluh  menderita  hemoroid  atau  “wasir”  tanpa ada hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat  jarang sekali  ada  hubungannya  dengan  hemoroid  intern  dan  hanya timbul  pada  hemoroid  ekstern  yang  mengalami  thrombosis.  Perdarahan umumnya  merupakan  tanda  pertama  hemoroid  intern  akibat  trauma  oleh feses  yang  keras.  Darah  yang  keluar  berwarna  merah  segar  dan  tidak tercampur  dengan  feses,  dapat hanya berupa  garis pada feses  atau kertas pembersih  sampai  pada  perdarahan  yang  terlihat  menetes  atau  mewarnai air toilet menjadi merah.  Walaupun berasal dari  vena, darah  yang keluar berwarna merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus  hemoroidalis  menyebabkan  darah  di  vena  tetap  merupakan “darah   arteri”.   Kadang   perdarahan   hemoroid   yang   berulang   dapat berakibat   timbulnya   anemia   berat.   Hemoroid   yang   membesar   secara perlahan-lahan  akhirnya dapat  menonjol  keluar  menyebabkan  prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.  Kotoran  di  pakaian  dalam  menjadi  tanda  hemoroid  yang mengalami  prolaps  permanen. Kulit  di  daerah perianal akan  mengalami iritasi.  Nyeri  akan  terjadi  bila  timbul  trombosis  luas dengan  edema  dan peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang (Mansjoer, 2008).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami   prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal   secara   digital   dan dengan   anoskopi.   Pada pemeriksaan  rektal  secara  digital  mungkin  tidak  ditemukan  apa-apa  bila masih   dalam   stadium   awal.   Pemeriksaan anoskopi   dilakukan   untuk melihat   hemoroid   interna   yang   tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan  kita  tidak  boleh  mengabaikan  pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).

E.     PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008), penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu :
1.      Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan  ini  berupa  perbaikan  pola  hidup,  perbaikan pola  makan  dan  minum,  perbaiki  pola/  cara  defekasi.  Memperbaiki defekasi merupakan  pengobatan  yang  selalu  harus  ada  dalam  setiap bentuk   dan   derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management  program (BMP) yang  terdiri  dari  diet,  cairan,  serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan   lebih   banyak   karena   mengedan   dan   konstipasi   akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006).
2.      Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat   farmakologis   hemoroid dapat   dibagi   atas   empat,   yaitu :
1.      Obat  memperbaiki  defekasi  :  ada  dua  obat  yang  diikutkan  dalam BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener).  Suplemen  serat  komersial  yang  banyak  dipakai  antara lain psyllium atau isphagula Husk (missal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara  lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi  cairan  kedalam  tinja.  Dosis  300  mg/hari (Sudoyo, 2006).
2.      Obat simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, pengurangan keluhan sering dicampur pelumas   (lubricant) vasokontriktor, dan antiseptic lemah. Anastesi local digunakan untuk menghilangkan nyeri serta diberikan kortikosteroid.
3.      Obat  menghentikan  perdarahan  :  perdarahan  menandakan  adanya luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin  (90%)  dan  hesperidin  (10%)  dalam  bentuk Micronized, dengan nama  dagang  “Ardium”  atau  “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki   permeabilitas   dinding   pembuluh   darah   (Sudoyo, 2006).
4.      Obat  penyembuh  dan  pencegah  serangan  hemoroid  :  pengobatan dengan Ardium 500  mg menghasilkan  penyembuhan  keluhan  dan gejala  yang  lebih  cepat  pada  hemoroid  akut  bila  dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin)  (Ardium)  2  tablet  per  hari  selama  8  minggu  pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat   hemoroid   pada   akhir   pengobatan   dibanding   sebelum pengobatan  secara  bermakna.  Perdarahan  juga  makin  berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
3.      Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi   atau   eksisi   bedah   dapat   dilakukan   untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan,  sfingter  rektal  biasanya  didilatasi  secara  digital  dan hemoroid  diangkat  dengan  klem  dan  kauter  atau  dengan  ligasi  dan kemudian  dieksisi.  Setelah  prosedur   operatif  selesai,  selang  kecil dimasukkan  melalui  sfingter  untuk  memungkinkan  keluarnya  flatus dan  darah.  Penempatan Gelfoan atau  kassa  oxygel  dapat  diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales  interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan melakukan   reseksi. Lalu usahakan   kontinuitas   mukosa   kembali. Sedang  pada  teknik  operasi   Langenbeck,  vena-vena  hemoroidales interna  dijepit  radier  dengan  klem. Lakukan  jahitan  jelujur  dibawah klem dengan chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu  klem  dilepas  dan  jepitan  jelujur  dibawah  klem  diikat  (Mansjoer, 2008).
4.      Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan  hemoroid  ini  dilakukan  bila  pengobatan  non farmakologis,  farmakologis  tidak  berhasil. Penatalaksanaan  ini  antara lain tindakan skleroterapi hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).

F.     KONSEP ASKEP HEMOROID
1.      PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian  fokus  keperawatan  yang  perlu  diperhatikan  pada  penderita
hemoroid pre dan post hemoroidektomi menurut Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam, meliputi:
1.      Demografi
Hemoroid   sangat   sering   dijumpai   dan   terjadi   pada   sekitar   35%
penduduk   yang   berusia   lebih   dari   25   tahun.   Laki-laki   maupun perempuan bisa mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan pada saat defekasi, pola makan yang salah bias mengakibatkan    feses    menjadi    keras    dan    terjadinya    hemoroid, kehamilan.
2.      Riwayat penyakit dahulu
Riwayat    penyakit    diare    kronik,    konstipasi    kronik,    kehamilan,
hipertensi portal, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.
3.      Pengkajian  pola fungsional Gordon
a.       Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi  makanan  rendah  serat,  pola  BAB  yang  salah  (sering mengedan  saat  BAB),  riwayat  diet,  penggunaan  laksatif,  kurang olahraga atau imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat berat, duduk atau berdiri terlalu lama.
b.      Pola nutrisi dan metabolic
Mual,   muntah,   anoreksia,   penurunan   berat   badan,   membran
mukosa kering, kadar hemoglobin turun
c.       Pola eliminasi
Pola  eliminasi  feses  :  konstipasi,  diare  kronik  dan  mengejan  saat BAB.
d.      Pola aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.
e.       Pola istirahat dan tidur
Gangguan  tidur  (insomnia/  karena  nyeri  pada  anus  sebelum  dan
sesudah operasi).


f.       Pola persepsi sensori dan kognitif
Pengkajian    kognitif    pada    pasien    hemoroid    pre    dan    post hemoroidektomi  yaitu  rasa  gatal,  rasa  terbakar  dan  nyeri,  sering menyebabkan   perdarahan   berwarna   merah   terang   pada   saat defekasi dan adanya pus.
g.      Pola hubungan dengan orang lain
Kesulitan    menentukan    kondisi,    misal    tak    mampu    bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.
h.      Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
i.        Pola persepsi dan konsep diri
Pasien  biasanya  merasa  malu  dengan  keadaannya,  rendah  diri, ansietas,  peningkatan  ketegangan,  takut,  cemas,  trauma  jaringan,
masalah tentang pekerjaan.
4.      Pemeriksaan fisik
a.       Keluhan umum : malaise, lemah, tampak pucat
b.      Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.
c.       Pengukuran antropometri : berat badan menurun.
d.      Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, takhikardi, hipotensi.
e.       Abdomen : nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.
f.       Kulit : Turgor kulit menurun, pucat.
g.      Anus : Pembesaran   pembuluh   darah   balik   (vena)   pada   anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan
5.      Pemeriksaan penunjang
Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada
penderita hemoroid yaitu :
a.       Colok  dubur,  apabila  hemoroid  mengalami  prolaps,  lapisan  epitel penutup  bagian  yang  menonjol  ke  luar  ini  mengeluarkan  mucus yang   dapat   dilihat   apabila   penderita   diminta   mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan  vena  didalamnya  tidak  cukup  tinggi,  dan  biasanya  tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
b.      Anoskop,  diperlukan  untuk  melihat  hemoroid  intern  yang  tidak menonjol  ke  luar.  Anoskop  dimasukkan  dan  di putar  untuk mengamati  keempat  kuadran.  Hemoroid  intern  terlihat  sebagai stuktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta  mengedan  sedikit,  ukuran  hemoroid  akan  membesar  dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
c.       Proktosigmoidoskopi,  perlu  dikerjakan  untuk  memastikan  bahwa keluhan   bukan   disebabkan   oleh   proses   radang   atau   proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan  fisiologik  saja  atau  tanda  yang  menyertai.  Feses  harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

2.      PATHWAYS KEPERAWATAN
Terlampir

3.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa  keperawatan  yang  mungkin  muncul  pada  pasien  hemoroid  pre
dan   post   operasi   hemoroidektomi   menurut   Carpenito-Moyet   (2007), Smeltzer & Bare (2002), NANDA (2007) :
1.      Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat rencana pembedahan.
2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit atau jaringan anal.
3.      Resiko  perdarahan  berhubungan  dengan  trauma  jaringan  sekunder pada luka di anus yang masih baru.
4.      Nyeri  akut  berhubungan  dengan  iritasi,  tekanan  dan  sensitivitas  pada area  rektal/  anal  sekunder  akibat  penyakit  anorektal,  trauma  jaringan dan reflek spasme otot spingter ani sekunder akibat operasi.
5.      Resiko   infeksi   berhubungan   dengan   pembedahan,   adanya   saluran invasive.
6.      Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defeksi.
4.      FOKUS INTERVENSI
Fokus  intervensi  pada  pasien  pre  dan  post  operasi  hemoroid  menurut
Doenges (2000), Carpenito-Moyet (2007), dan NANDA (2007) :
1.      Cemas  berhubungan  dengan  krisis  situasi  sekunder  akibat  rencana pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang. Kriteria hasil : Menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat   dalam   berhadapan   dengan   mereka.   Tampil   santai,   dapat beristirahat/ tidur cukup  melaporkan penurunan  rasa takut dan  cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi
a.       Identifikasi  tingkat  rasa  takut  yang  mengharuskan  dilakukannya penundaan prosedur pembedahan.
Rasional  :  rasa  takut  yang  berlebihan  atau  terus-menerus  akan
mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan.
b.      Validasi  sumber  rasa  takut.  Sediakan  informasi  yang  akurat  dan factual.
Rasional   :   mengidentifikasi   rasa   takut   yang   spesifik   akan
membantu pasien untuk menghadapinya secara realistis.
c.       Catat   ekspresi   yang   berbahaya/   perasaan   tidak   tertolong,   pre okupasi    dengan    antisipasi    perubahan/    kehilangan,    perasaan tercekik.
Rasional : pasien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang
ditunjukkan  dengan  antisipasi  prosedur  pembedahan/  diagnosa/
prognosa penyakit
d.      Cegah pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada ruang operasi.
Rasional  :  pasien  akan  memperhatikan  masalah  kehilangan  harga
diri dan ketidakmampuan untuk melatih control
e.       Instruksikan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi.
Rasional : mengurangi perasaan tegang dan rasa cemas.
2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan anal.
Tujuan   :   setelah   dilakukan   tindakan   keperawatan   integritas   kulit
Membaik.
Kriteria hasil :
a.       Mencapai penyembuhan luka.
b.      Mendemonstrasikan   tingkah   laku/   teknik   untuk   meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Intervensi
a.       Beri penguatan pada balutan sesuai indikasi dengan teknik aseptic yang ketat.
Rasional  :  lindungi  luka  dari  kontaminasi,  mencegah  akumulasi cairan yang dapat menyebabkan eksoriasi.
b.      Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/   berkembangnya   komplikasi   secara   dini   dapat   mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.
c.       Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
Rasional  :  menurunnya  cairan,  menandakan  adanya  evolusi  dan proses penyembuhan.
d.      Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional : mencegah kontaminasi luka
3.      Resiko  perdarahan  berhubungan  dengan  trauma  jaringan  sekunder pada luka di anus yang masih baru.
Tujuan   :   setelah   dilakukan   tindakan   keperawatan   pasien   tidak mengalami perdarahan.
Kriteria  hasil  :
Nilai  Ht  dan  Hb  berada  dalam  batas  normal,  pasien tidak  mengalami  perdarahan,  tanda-tanda  vital  berada  dalam  batas normal : tekanan darah 120 mmHg, nadi : 80-100x/ menit, pernapasan : 14 – 25 x/ mnt, suhu: 36 – 37 C ± 0,5 C

Intervensi
a.       Kaji   pasien   untuk   menemukan   bukti-bukti   perdarahan   atau hemoragi.
Rasional  :  Untuk  mengetahui  tingkat  keparahan  perdarahan  pada pasien sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
b.      Monitor tanda vital
Rasional :  Untuk  mengetahui  keadaan  vital  pasien  saat  terjadi perdarahan.
c.       Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan.
Rasional : Banyak komponen darah  yang menurun pada hasil lab dapat membantu menentukan intervensi selanjutnya.
d.      Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika diperlukan.
Rasional :   Keadaan   fisik   dan   psikologis    yang   baik   akan mendukung  terapi  yang  diberikan  pada  pasien  sehingga  mampu memberikan hasil yang maksimal.
e.       Kolaborasi  dengan  dokter  mengenai  masalah  yang  terjadi  dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi.
Rasional  :  mencegah  terjadinya  komplikasi  dari  perdarahan  yang
terjadi dan untuk menghentikan perdarahan.
4.      Nyeri  akut  berhubungan  dengan  iritasi,  tekanan  dan  sensitivitas  pada area  rektal/  anal  sekunder  akibat  penyakit  anorektal,  trauma  jaringan dan refleks spasme otot sfingter ani sekunder akibat operasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
a.       Menyatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan
b.      Feses lembek, tidak nyeri saat BAB.
c.       Tampak rileks, dapat istirahat tidur.
d.      Ikut serta dalam aktivitas sesuai kebutuhan
Intervensi
a.       Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
Rasional : Mengetahui perkembangan hasil prosedur
b.      Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman : tidur miring.
Rasional  :  posisi  tidur  miring  tidak  menekan  bagian  anal  yang
mengalami peregangan otot untuk meningkatkan rasa nyaman.
c.       Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong saat duduk.
Rasional  :  untuk  meningkatkan  mobilisasi  tanpa  menambah  rasa nyeri.
d.      Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rectal hangat atau sit bath dilakukan 3-4x/ hari.
Rasional : meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan odema dan meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal).
e.       Dorong   penggunaan   teknik   relaksasi   :   latihan   nafas   dalam, visualisasi, pedoman, imajinasi.
Rasional  :  menurunkan  ketegangan  otot,  memfokuskan  kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
5.      Resiko   infeksi   berhubungan   dengan   pembedahan,   adanya   saluran invasive.
Tujuan   :   setelah   dilakukan   tindakan   keperawatan   pasien   tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
a.       Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan  infeksi  dan  melakukan  tindakan  pencegahan  yang  tepat untuk mencegah infeksi.
Intervensi
a.       Kaji status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari.
Rasional : mengidentifikasi individu terhadap infeksi nosocomial
b.      Cuci tangan dengan cermat
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu.
c.       Rawat luka dengan teknik aseptik/ antiseptic
Rasional : kurangi organisme yang masuk ke dalam individu
d.      Observasi  terhadap  manifestasi  klinis  infeksi  (demam,  drainase, purulen)
Rasional : deteksi dini proses infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Price, S. A. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,Volume I. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat R, W. d. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Potter, P. A. (2006). Buku  Ajar   Fundamental   Keperawatan,   Edisi   4,   Volume2. Jakarta: EGC
Dermawan, T. R. (2010). Keperawatan   Medikal   Bedah   (Sistem   Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Carpenito, L. J. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Penerjemah Monica Ester. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar