LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
HEMOROID
A.
PENGERTIAN
Menurut
beberapa ahli, pengertian hemoroid adalah :
1. Hemoroid
merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006).
2. Hemoroid adalah
pelebaran vena di
dalam plexus hemoroidalis
yang tidak merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
3. Hemoroid adalah
bagian vena yang
berdilatasi dalam kanal
anal. Hemoroid sangat umum
terjadi. Pada usia
50-an, 50% individu mengalami berbagai
tipe hemoroid berdasarkan
luasnya vena yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
4. Hemoroid
adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales (Bacon).
Patologi keadaan ini
dapat bermacam-macam, yaitu thrombosis,
ruptur, radang, ulserasi,
dan nekrosis (Mansjoer, 2008).
Berdasarkan
pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah pelebaran
dan inflamasi vena di dalam plexus hemoroidalis.
B.
ETIOLOGI
Menurut Smeltzer
dan Bare (2002)
dan Mansjoer (2008),
etiologi dari
hemoroid
adalah :
1. Faktor
predisposisi :
a. Herediter
atau keturunan
Dalam hal
ini yang menurun
dalah kelemahan dinding
pembuluh
darah, dan bukan
hemoroidnya.
b. Anatomi
Vena di
daerah masentrorium tidak
mempunyai katup. Sehingga darah mudah
kembali menyebabkan bertambahnya tekanan
di
pleksus hemoroidalis.
c. Makanan
misalnya, kurang makan-makanan berserat.
d. Pekerjaan
seperti mengangkat beban terlalu berat.
e. Psikis.
2. Faktor
presipitasi :
a. Faktor
mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal)
misalnya, mengedan pada waktu defekasi.
b. Fisiologis
c. Radang
d. Konstipasi
menahun
e. Kehamilan
f. Usia
tua
g. Diare
kronik
h. Pembesaran
prostat
i.
Fibroid uteri
j.
Penyakit hati kronis yang disertai
hipertensi portal
C.
PATOFISIOLOGI
Menurut Price dan Wilson (2006), serta Sudoyo (2006)
patofisiologi hemoroid adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh
gangguan venous rektum dan vena
hemoroidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus dan gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Faktor risiko hemoroid antara lain factor mengedan
pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di
jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena
tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada
abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik,diare kronik atau diare akut yang
berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat
(sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
Telah
diajukan beberapa faktor
etiologi yaitu konstipasi,
diare, sering mengejan,
kongesti pelvis pada
kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rectum.
Penyakit hati kronis
yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah
kedalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak memiliki katup, sehingga
mudah terjadi aliran balik.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenteric superior, vena mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan
inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi
sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan
inferior, sehingga tekanan portal
yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran
balik ke dalam vena dan mengakibatkan
hemoroid (Price dan Wilson, 2006).
D.
MANIFESTASI
KLINIK
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan
sering menyebabkan perdarahan berwarna
merah terang pada saat defekasi. Hemoroid
eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh trombosis. Trombosis
adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis.
Hemoroid internal tidak
selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolapse
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien
sering mengeluh menderita hemoroid
atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan gejala rectum
atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat
jarang sekali ada hubungannya
dengan hemoroid intern
dan hanya timbul pada
hemoroid ekstern yang
mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan
tanda pertama hemoroid
intern akibat trauma
oleh feses yang keras.
Darah yang keluar
berwarna merah segar
dan tidak tercampur dengan
feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai
pada perdarahan yang
terlihat menetes atau
mewarnai air toilet menjadi merah.
Walaupun berasal dari vena,
darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis
menyebabkan darah di
vena tetap merupakan “darah arteri”.
Kadang perdarahan hemoroid
yang berulang dapat berakibat timbulnya
anemia berat. Hemoroid
yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol
keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini
hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah
selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi.
Pada tahap lanjut, akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran
di pakaian dalam
menjadi tanda hemoroid
yang mengalami prolaps permanen. Kulit di
daerah perianal akan mengalami iritasi. Nyeri
akan terjadi bila
timbul trombosis luas dengan
edema dan peradangan. Anamnesis
harus dikaitkan dengan faktor obstipasi defekasi yang keras, yang membutuhkan
tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus duduk
berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang
(Mansjoer, 2008).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi,
apalagi bila telah terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya
secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara
digital dan dengan anoskopi.
Pada pemeriksaan rektal secara
digital mungkin tidak
ditemukan apa-apa bila masih
dalam stadium awal.
Pemeriksaan anoskopi
dilakukan untuk melihat hemoroid
interna yang tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan kita
tidak boleh mengabaikan
pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain
seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).
E.
PENATALAKSANAAN
Menurut
Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008), penatalaksanaan
medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis, dan
tindakan minimal invasive, yaitu :
1. Penatalaksanaan
Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini
berupa perbaikan pola
hidup, perbaikan pola makan
dan minum, perbaiki
pola/ cara defekasi.
Memperbaiki defekasi merupakan
pengobatan yang selalu
harus ada dalam
setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut
bowel management program (BMP) yang terdiri
dari diet, cairan,
serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada
posisi jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga
hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau
keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih
banyak karena mengedan
dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid
(Sudoyo, 2006).
2. Penatalaksanaan
medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi
atas empat, yaitu :
1. Obat memperbaiki
defekasi : ada
dua obat yang
diikutkan dalam BMP yaitu
suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen
serat komersial yang
banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (missal
Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar
antara lain Natrium dioktil
sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat
bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan
meningkatkan penetrasi cairan kedalam
tinja. Dosis 300
mg/hari (Sudoyo, 2006).
2. Obat
simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri,
pengurangan keluhan sering dicampur pelumas
(lubricant) vasokontriktor, dan antiseptic lemah. Anastesi local
digunakan untuk menghilangkan nyeri serta diberikan kortikosteroid.
3. Obat
menghentikan perdarahan
: perdarahan menandakan
adanya luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%)
dan hesperidin (10%)
dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang
“Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah (Sudoyo, 2006).
4. Obat penyembuh
dan pencegah serangan
hemoroid : pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan
keluhan dan gejala yang
lebih cepat pada
hemoroid akut bila
dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin) (Ardium)
2 tablet per
hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini
didapatkan hasil penurunan derajat
hemoroid pada akhir
pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara
bermakna. Perdarahan juga
makin berkurang pada akhir
pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan
bedah
Hemoroidektomi atau
eksisi bedah dapat
dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter
rektal biasanya didilatasi
secara digital dan hemoroid
diangkat dengan klem
dan kauter atau
dengan ligasi dan kemudian
dieksisi. Setelah prosedur
operatif selesai, selang
kecil dimasukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya
flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa
oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Teknik
operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan
melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas
mukosa kembali. Sedang pada
teknik operasi Langenbeck,
vena-vena hemoroidales interna dijepit
radier dengan klem. Lakukan
jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic gut no. 2/0,
eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu
klem dilepas dan
jepitan jelujur dibawah
klem diikat (Mansjoer, 2008).
4. Penatalaksanaan
Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid
ini dilakukan bila
pengobatan non farmakologis, farmakologis
tidak berhasil. Penatalaksanaan ini
antara lain tindakan skleroterapi hemoroid, ligase hemoroid, pengobatan hemoroid
dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).
F.
KONSEP
ASKEP HEMOROID
1.
PENGKAJIAN
FOKUS
Pengkajian fokus
keperawatan yang perlu
diperhatikan pada penderita
hemoroid pre dan post
hemoroidektomi menurut Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam, meliputi:
1. Demografi
Hemoroid sangat
sering dijumpai dan
terjadi pada sekitar
35%
penduduk yang
berusia lebih dari
25 tahun. Laki-laki
maupun perempuan bisa mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan
seperti angkat berat, mengejan pada saat defekasi, pola makan yang salah bias mengakibatkan feses
menjadi keras dan
terjadinya hemoroid, kehamilan.
2. Riwayat
penyakit dahulu
Riwayat penyakit
diare kronik,
konstipasi kronik, kehamilan,
hipertensi portal,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.
3. Pengkajian
pola fungsional Gordon
a. Pola
persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi makanan
rendah serat, pola
BAB yang salah
(sering mengedan saat BAB),
riwayat diet, penggunaan
laksatif, kurang olahraga atau
imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat berat, duduk atau berdiri
terlalu lama.
b. Pola
nutrisi dan metabolic
Mual, muntah,
anoreksia, penurunan berat
badan, membran
mukosa kering, kadar
hemoglobin turun
c. Pola
eliminasi
Pola eliminasi
feses : konstipasi,
diare kronik dan
mengejan saat BAB.
d. Pola
aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau
imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan beraktivitas karena nyeri pada anus
sebelum dan sesudah operasi.
e. Pola
istirahat dan tidur
Gangguan tidur
(insomnia/ karena nyeri
pada anus sebelum
dan
sesudah operasi).
f. Pola
persepsi sensori dan kognitif
Pengkajian kognitif
pada pasien hemoroid
pre dan post hemoroidektomi yaitu
rasa gatal, rasa
terbakar dan nyeri,
sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah
terang pada saat defekasi dan adanya pus.
g. Pola
hubungan dengan orang lain
Kesulitan menentukan kondisi,
misal tak mampu
bekerja,
mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam bekerja.
h. Pola
reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
i.
Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya
merasa malu dengan
keadaannya, rendah diri, ansietas, peningkatan
ketegangan, takut, cemas,
trauma jaringan,
masalah tentang
pekerjaan.
4. Pemeriksaan
fisik
a. Keluhan
umum : malaise, lemah, tampak pucat
b. Tingkat
kesadaran : komposmentis sampai koma.
c. Pengukuran
antropometri : berat badan menurun.
d. Tanda
vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, takhikardi, hipotensi.
e. Abdomen
: nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.
f. Kulit
: Turgor kulit menurun, pucat.
g. Anus
: Pembesaran pembuluh darah
balik (vena) pada
anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan
5. Pemeriksaan
penunjang
Menurut Sjamsuhidajat
dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada
penderita hemoroid
yaitu :
a. Colok dubur,
apabila hemoroid mengalami
prolaps, lapisan epitel penutup bagian
yang menonjol ke
luar ini mengeluarkan
mucus yang dapat dilihat
apabila penderita diminta
mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak dapat
diraba sebab tekanan vena didalamnya
tidak cukup tinggi,
dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
b. Anoskop, diperlukan
untuk melihat hemoroid
intern yang tidak menonjol ke
luar. Anoskop dimasukkan
dan di putar untuk mengamati keempat
kuadran. Hemoroid intern
terlihat sebagai stuktur vascular
yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan
sedikit, ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
c. Proktosigmoidoskopi, perlu
dikerjakan untuk memastikan
bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang
atau proses keganasan ditingkat
yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik
saja atau tanda
yang menyertai. Feses
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
2.
PATHWAYS
KEPERAWATAN
Terlampir
3.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul
pada pasien hemoroid
pre
dan post
operasi hemoroidektomi menurut
Carpenito-Moyet (2007), Smeltzer
& Bare (2002), NANDA (2007) :
1. Cemas
berhubungan dengan krisis situasi akibat rencana pembedahan.
2. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit atau jaringan
anal.
3. Resiko perdarahan
berhubungan dengan trauma
jaringan sekunder pada luka di
anus yang masih baru.
4. Nyeri akut
berhubungan dengan iritasi,
tekanan dan sensitivitas
pada area rektal/ anal
sekunder akibat penyakit
anorektal, trauma jaringan dan reflek spasme otot spingter ani
sekunder akibat operasi.
5. Resiko infeksi
berhubungan dengan pembedahan,
adanya saluran invasive.
6. Resiko
konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defeksi.
4.
FOKUS
INTERVENSI
Fokus intervensi
pada pasien pre
dan post operasi
hemoroid menurut
Doenges (2000),
Carpenito-Moyet (2007), dan NANDA (2007) :
1. Cemas berhubungan
dengan krisis situasi
sekunder akibat rencana pembedahan.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan cemas berkurang. Kriteria hasil : Menunjukkan
perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat
dalam berhadapan dengan
mereka. Tampil santai,
dapat beristirahat/ tidur cukup
melaporkan penurunan rasa takut
dan cemas yang berkurang ke tingkat yang
dapat diatasi.
Intervensi
a. Identifikasi tingkat
rasa takut yang
mengharuskan dilakukannya penundaan
prosedur pembedahan.
Rasional : rasa
takut yang berlebihan
atau terus-menerus akan
mengakibatkan reaksi
stress yang berlebihan.
b. Validasi sumber
rasa takut. Sediakan
informasi yang akurat
dan factual.
Rasional :
mengidentifikasi rasa takut
yang spesifik akan
membantu pasien untuk
menghadapinya secara realistis.
c. Catat ekspresi
yang berbahaya/ perasaan
tidak tertolong, pre okupasi dengan
antisipasi perubahan/ kehilangan, perasaan tercekik.
Rasional : pasien
mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang
ditunjukkan dengan
antisipasi prosedur pembedahan/
diagnosa/
prognosa penyakit
d. Cegah
pemajanan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada ruang
operasi.
Rasional :
pasien akan memperhatikan
masalah kehilangan harga
diri dan ketidakmampuan
untuk melatih control
e. Instruksikan
pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi.
Rasional : mengurangi
perasaan tegang dan rasa cemas.
2. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/ jaringan anal.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan
keperawatan integritas kulit
Membaik.
Kriteria hasil :
a. Mencapai
penyembuhan luka.
b. Mendemonstrasikan tingkah
laku/ teknik untuk
meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikasi.
Intervensi
a. Beri
penguatan pada balutan sesuai indikasi dengan teknik aseptic yang ketat.
Rasional :
lindungi luka dari
kontaminasi, mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan
eksoriasi.
b. Periksa
luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
Rasional : pengenalan
akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka/
berkembangnya komplikasi secara
dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih
serius.
c. Kaji
jumlah dan karakteristik cairan luka.
Rasional :
menurunnya cairan, menandakan
adanya evolusi dan proses penyembuhan.
d. Ingatkan
pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
Rasional : mencegah
kontaminasi luka
3. Resiko perdarahan
berhubungan dengan trauma
jaringan sekunder pada luka di
anus yang masih baru.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien tidak mengalami perdarahan.
Kriteria hasil
:
Nilai Ht
dan Hb berada
dalam batas normal,
pasien tidak mengalami perdarahan,
tanda-tanda vital berada
dalam batas normal : tekanan
darah 120 mmHg, nadi : 80-100x/ menit, pernapasan : 14 – 25 x/ mnt, suhu: 36 –
37 C ± 0,5 C
Intervensi
a. Kaji pasien
untuk menemukan bukti-bukti
perdarahan atau hemoragi.
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat
keparahan perdarahan pada pasien sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Monitor
tanda vital
Rasional : Untuk
mengetahui keadaan vital
pasien saat terjadi perdarahan.
c. Pantau
hasil lab berhubungan dengan perdarahan.
Rasional : Banyak
komponen darah yang menurun pada hasil
lab dapat membantu menentukan intervensi selanjutnya.
d. Siapkan
pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika
diperlukan.
Rasional : Keadaan
fisik dan psikologis
yang baik akan mendukung terapi
yang diberikan pada pasien sehingga
mampu memberikan hasil yang maksimal.
e. Kolaborasi dengan
dokter mengenai masalah
yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi,
medikasi.
Rasional :
mencegah terjadinya komplikasi
dari perdarahan yang
terjadi dan untuk
menghentikan perdarahan.
4. Nyeri akut
berhubungan dengan iritasi,
tekanan dan sensitivitas
pada area rektal/ anal
sekunder akibat penyakit
anorektal, trauma jaringan dan refleks spasme otot sfingter ani
sekunder akibat operasi.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan
bahwa rasa sakit telah terkontrol/ dihilangkan
b. Feses
lembek, tidak nyeri saat BAB.
c. Tampak
rileks, dapat istirahat tidur.
d. Ikut
serta dalam aktivitas sesuai kebutuhan
Intervensi
a. Kaji
nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
Rasional : Mengetahui
perkembangan hasil prosedur
b. Bantu
pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman : tidur miring.
Rasional :
posisi tidur miring
tidak menekan bagian
anal yang
mengalami peregangan
otot untuk meningkatkan rasa nyaman.
c. Gunakan
ganjalan pengapung dibawah bokong saat duduk.
Rasional :
untuk meningkatkan mobilisasi
tanpa menambah rasa nyeri.
d. Gunakan
pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rectal hangat atau sit bath
dilakukan 3-4x/ hari.
Rasional : meningkatkan
perfusi jaringan dan perbaikan odema dan meningkatkan penyembuhan (pendekatan
perineal).
e. Dorong penggunaan
teknik relaksasi :
latihan nafas dalam, visualisasi, pedoman, imajinasi.
Rasional : menurunkan ketegangan
otot, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan
koping.
5. Resiko infeksi
berhubungan dengan pembedahan,
adanya saluran invasive.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan
pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi
dan melakukan tindakan
pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.
Intervensi
a. Kaji
status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari.
Rasional :
mengidentifikasi individu terhadap infeksi nosocomial
b. Cuci
tangan dengan cermat
Rasional : kurangi
organisme yang masuk ke dalam individu.
c. Rawat
luka dengan teknik aseptik/ antiseptic
Rasional : kurangi
organisme yang masuk ke dalam individu
d. Observasi terhadap
manifestasi klinis infeksi
(demam, drainase, purulen)
Rasional : deteksi dini proses
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Price, S. A. (2005). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,Volume I. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat R, W. d. (2004). Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. (2006). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Potter, P. A. (2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan, Edisi
4, Volume2. Jakarta: EGC
Dermawan, T. R. (2010). Keperawatan Medikal
Bedah (Sistem
Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Carpenito, L. J. (2006). Buku Saku
Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Penerjemah Monica Ester. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar