Selasa, 07 Juni 2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DHF





ASKEP KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER
A.    PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau lebih sering dikenal sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan bertendensi mngakibatkan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006).
Klasifikasi DHF, menurut WHO berdasarkan tanda klinisnya, dibagi menjadi empat derajat yaitu:
a.       Derajat 1
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet + trombosit dan hemokonsentrasi.
b.      Derajat 2
Derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.       Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari.
d.      Derajat 4
Syok hebat dengan nadi tak teraba dan tekanan daraqh tidak dapat diukur, biasa disebut DSS (Dengue Syock Syndrom).

B.     ETIOLOGI
Dengue Hemoragic Fever disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flavirus, keluarga Flafiviridae. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui vector berupa nyamuk Aedes Aegipty dan beberapa spesies lainnya seperti Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis, (Hidayat, 2006).
Seseorang yang digigit oleh nyamuk yang membawa virus ini akan tertulari dan akan mengalami viremia yang menunjukkan tanda-tanda khas seperti demam, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositipenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2006).

C.     PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan klien mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang munkin terjadi pada system vaskuler.
Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada system vascular yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai demam hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30 %. Hal inilah yang dapat menyebabkan seseurang mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolic yang pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Viremia juga menimbulkan agregasi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan trombositopeni yang berpangaruh pada proses pembekuan darah. Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat keocoran plasma yang berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkan tanda seperti munculnya purpura, ptekie, hematemesis, ataupun melena.
(Sudoyo, 2006)





D.    MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan DHF yaitu:
1.      Demam atau riwayat demam akut antar 2-7 hari.
2.      Keluhan pada saluan pencernaan, mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi.
3.      Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
4.      dan sendi, nyeri ulu hati, dan lain-lain.
5.      Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adanya trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/mm3).

E.     KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2006) adalah:
1.      Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan melena (Hadinegoro, 2006)
2.      Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam (Hadinegoro, 2006).
3.      Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody (Hadinegoro, 2006).
4.      Efusi pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya dipsnea (Hadinegoro, 2006).

F.      PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya DBD atau DHF bersifat simtomatis dan suportif. Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Pasien yang diduga kuat mengalami DBD harus dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya syok atau perdarahan yang dapat mengancam keselamatan pasien (Hadinegoro, 2006).
a.       DBD Tanpa Renjatan (Syok)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan klien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1 ½ samapi 2 liter dalam waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirum, ataupun oralit.
Keadaan hiperpireksia adapat diatasi dengan kolaborasi pemberian antipiretik dan kompres hangat. Jika terjadi kejang harus luminal atau pemberian anti konvulsan lainnya. Infus diberikan pada klien DBD tanpa renjatan bila pasien terus menerus muntah dan tidak dapat diberi minum sehingga terjadi resiko tinggi dehidrasi dan peningkatan hematokrit.
Jika hematokrit cenderung meningkat berarti menunjukkan derajat adanya kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya perubahan tanda-tanda vital secara klinis (hipotensi dan penurunan nadi). Sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien DBD harus diperikasa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari untuk menentukkan apakah klien perlu dipasang infus atau tidak.
(Hassan, 2003)
b.      DBD Disertai Renjatan (DSS)
b.     Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang infus karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang harus diberikan adalah Ringer laktat, namun jika pemberian cairan tidak dapat mengatasi syok maka harus diberikan plasma sebanyak 20-30 ml/kg berat badan. Sedangkan untuk klien yang mengalami renjatan berat harus diberikan cairandengan cara diguyur (Hassan, 2003).
Pada pasien yang mengalami renjatan berkali-kali harus dipasang CVP (Central Venous Pressure) yang berfungsi sebagai pengaturan vena sentral untuk mngukur tekanan vena sentral melalui vena jugularis. Biasanya pemasangan alat ini dilakukan pada klien yang dirawat di ICU.
Transfusi darah dapat diberikan pada klien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal dapat digunakan sebagai indikasi jika klien terjadi penurunan HB dan Ht sedangkan tidak terlihat tanda perdarahan di kulit (Ngastiyah, 2004).



G.    PENGKAJIAN FOKUS
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan, baik saat penderita baru pertama kali dating maupun selama klien dalam masa perawatan (Hadinegoro, 2006). Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan DHF dapat diklasifikasikan menjadi:
1.      Data dasar, meliputi:
a.       Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri tekan pada ulu hati.
b.      Pola eliminasi
b.Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap lanjut).
c.       Pola aktifitas dan latihan
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
d.      Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura, nyeri epigastrik, nyeri otot/ sendi.
e.       Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh.
Tanda : Cemas dan gelisah.
f.       Persepsi diri dan konsep diri
f.Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.
g.      Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea, perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematuri), peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari 100.000/mm.
h.      Keamanan
Gejala:Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
i.        Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
1.      Keadaan umum pasien : lemah.
2.      Kesadaran : kompomentis, apatis, somnolen, soporocoma, koma refleks, sensibilitas, nilai gasglow coma scale (GCS).
3.      Tanda-tanda vital : tekanan darah (hipotensi), suhu (meningkat), nadi (takikardi), pernafasan (cepat).
4.      Keadaan : kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epistaksis), mulut (mukosa kering, lidah kotor, perdarahan gusi), leher, rektum, alat kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (ptekie).
5.      Sirkulasi : turgor (jelek).
6.      Keadaan abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : teraba pembesaran pada hati
Perkusi : bunyi timpani
Auskultasi : peristaltik usus
2.      Data khusus, meliputi:
2.a. Data subyektif
Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah:
1) Lemah
2) Panas atau demam
3) Sakit kepala
4) Anoreksia (tidak mafsu makan, mual, sakit saat makan)
5) Nyeri ulu hati
6) Nyeri pada otot dan sendi
7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8) Konstipasi
b. Data obyektif
Data obyektif yang dijumpai pada penderita Dengue Haemoragic Fever adalah :
1.      Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2.      Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor
3.      Tampak bintik merah pada kulit (ptekie) uji tournikuet positif, epistaksis, (perdarahan pada hidung), ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4.      Nyeri tekan pada epigastrik
5.      Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
6.      Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
3.      Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, (Hadinegoro, 2006).
a.       Pemeriksaan laboratorium
1.      Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a.       IgG dengue positif (dengue blood)
b.      Trombositipenia
c.       Hemoglobin meningkat >20%
d.      Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
e.       Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinema, hiponatremia, hypokalemia.
f.       SGOT dan SGPT mungkin meningkat
g.      Ureum dan pH darah mungkin meningkat
h.      Waktu perdarahan memanjang
i.        Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik PCO2<35-40 mmHg, HCO3 rendah.
(Hadinegoro, 2006)
2.      Pemeriksaan urine
Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan
3.      Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang diduga terkena DHF adalah:
a) Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)
b) Uji komplemen fiksasi (CF test)
c) Uji neutralisasi (N test)
d) IgM Elisa (Mac. Elisa)
e) IgG Elisa
(Hadinegoro, 2006)

Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test (Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml, (Hadinegoro, 2006).
4.      Pemeriksaan radiology
a) Foto thorax
Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b) Pemeriksaan USG
Pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegali.

H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yeng mengalami DHF adalah:
1.      Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma).
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, anoreksia.
3.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya suplai 02 dalam tubuh.
(Hidayat, 2006)

I.       INTERVENSI DAN RASIONAL
1.      Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma).
a.       Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam kebutuhan cairan klien terpenuhi secara adekuat
b.      Kriteria hasil :
1.      Menyatakan pemahamaman factor penyebab dan perlaku yang perlu untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian cairan lewai IV.
2.      Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik.
c.       Rencana tindakan
1.      Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
Rasional : menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normal.
2.      Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok.
Rasional : agar dapat segera dilakukan rehidrasi meksimal jika terdapat tanda-tanda syok.
3.      Memberikan cairan intravaskuler sesuai program.
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah
4.      Memotivasi klien untuk banyak minum.
Rasional : untuk mengantisipasi terjadinya dehidrasi akibat kebocoran plasma.
5.      Memonitor haluaran urine dan asupan cairan klien (balance cairan).
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan atara masukan dan haluaran.
(Hidayat, 2006)
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, anoreksia.
a.       Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapakan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat.
b.      Kriteria hasil :
1. Klien makan habis 1 porsi, tidak terjadi mual, muntah, dan anoreksia.
2) Klien mengalami kenaikan berat badan sesuai tingkat perkembangan atau BB klien stabil (tidak mengalami penurunan).
c. Rencana tindakan :
1.      Mengkaji pola kebutuhan nutrisi klien dan menimbang berat badan.
Rasional : untuk mengetahui status gizi klien dan masalahnya.
2.      Mengkaji frekuensi mual dan muntah yang dirasakan klien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasi mual dan muntah.
3.      Memberikan makanan sedikit tapi sering, usahakan dalam keadaan hangat.
Rasional : mencegah mual dan muntah.
4.      Mencatat porsi makanan yang dihabiskan klien setiap hari.
Rasional : untuk mengetahui kecukupan nutrisi klien perhari.
5.      Jika pemberian makanan per oral gagal, kolaborasi pemebrian makanan parenteral.
Rasional : memenuhi nutrisi klien jika intake per oral gagal.
6.      Kolaborasi pemberian antiemetic dan antasisda.
Rasional : mengurangi mual, muntah, dan melindungi lambung dari peningkatan asam lanbung.
(Hidayat, 2006)



















DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Sudoyo A, et al.(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Hasan R dan Husain. A. (2003). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2 Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editors. Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2006.

Ngastiyah. (2004). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar